watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

DARAH PERAWAN
<

Dengan langkah ragu-ragu aku mendekati ruang
dosen di mana Pak Hr berada.
“Winda…”, sebuah suara memanggil.
“Hei Ratna!”.
“Ngapain kau cari-cari dosen killer itu?”, Ratna itu
bertanya heran.
“Tau nih, aku mau minta ujian susulan, sudah
dua kali aku minta diundur terus, kenapa ya?”.
“Idih jahat banget!”.
“Makanya, aku takut nanti di raport merah, mata
kuliah dia kan penting!, tauk nih, bentar ya aku
masuk dulu!”.
“He-eh deh, sampai nanti!” Ratna berlalu. Dengan
memberanikan diri aku mengetuk pintu.
“Masuk…!”, Sebuah suara yang amat ditakutinya
menyilakannya masuk.
“Selamat siang pak!”.
“Selamat siang, kamu siapa?”, tanyanya tanpa
meninggalkan pekerjaan yang sedang
dikerjakannya.
“Saya Winda…!”.
“Aku..? Oh, yang mau minta ujian lagi itu ya?”.
“Iya benar pak.”
“Saya tidak ada waktu, nanti hari Mminggu saja
kamu datang ke rumah saya, ini kartu nama
saya”, Katanya acuh tak acuh sambil
menyerahkan kartu namanya.
“Ada lagi?” tanya dosen itu.
“Tidak pak, selamat siang!”
“Selamat siang!”.
Dengan lemas aku beranjak keluar dari ruangan
itu. Kesal sekali rasanya, sudah belajar sampai
larut malam, sampai di sini harus kembali lagi
hari Minggu, huh!
Mungkin hanya akulah yang hari Minggu masih
berjalan sambil membawa tas hendak kuliah.
Hari ini aku harus memenuhi ujian susulan di
rumah Pak Hr, dosen berengsek itu.
Rumah Pak Hr terletak di sebuah perumahan
elite, di atas sebuah bukit, agak jauh dari rumah-
rumah lainnya. Belum sempat memijit Bel pintu
sudah terbuka, Seraut wajah yang sudah mulai
tua tetapi tetap segar muncul.
“Ehh…! Winda, ayo masuk!”, sapa orang itu yang
tak lain adalah pak Hr sendiri.
“Permisi pak! Ibu mana?”, tanyaku berbasa-basi.
“Ibu sedang pergi dengan anak-anak ke rumah
neneknya!”, sahut pak Hr ramah.
“Sebentar ya…”, katanya lagi sambil masuk ke
dalam ruangan.
Tumben tidak sepeti biasanya ketika mengajar di
kelas, dosen ini terkenal paling killer.
Rumah Pak Hr tertata rapi. Dinding ruang
tamunya bercat putih. Di sudut ruangan terdapat
seperangkat lemari kaca temapat tersimpan
berbagai barang hiasan porselin. Di tengahnya
ada hamparan permadani berbulu, dan kursi
sofa kelas satu.
“Gimana sudah siap?”, tanya pak Hr
mengejutkan aku dari lamunannya.
“Eh sudah pak!”
“Sebenarnya…, sebenarnya Winda tidak perlu
mengikuti ulang susulan kalau…, kalau…!”
“Kalau apa pak?”, aku bertanya tak mengerti.
Belum habis bicaranya, Pak Hr sudah
menuburuk tubuhku.
“Pak…, apa-apaan ini?”, tanyaku kaget sambil
meronta mencoba melepaskan diri.
“Jangan berpura-pura Winda sayang, aku
membutuhkannya dan kau membutuhkan nilai
bukan, kau akan kululuskan asalkan mau
melayani aku!”, sahut lelaki itu sambil berusaha
menciumi bibirku.
Serentak Bulu kudukku berdiri. Geli, jijik…,
namun detah dari mana asalnya perasaan hasrat
menggebu-gebu juga kembali menyerangku.
Ingin rasanya membiarkan lelaki tua ini berlaku
semaunya atas diriku. Harus kuakui memang,
walaupun dia lebih pantas jadi bapakku, namun
sebenarnya lelaki tua ini sering membuatku
berdebar-debar juga kalau sedang mengajar.
Tapi aku tetap berusaha meronta-ronta, untuk
menaikkan harga diriku di mata Pak Hr.
“Lepaskan…, Pak jangan hhmmpppff…!”, kata-
kataku tidak terselesaikan karena terburu bibirku
tersumbat mulut pak Hr.
Aku meronta dan berhasil melepaskan diri. Aku
bangkit dan berlari menghindar. Namun entah
mengapa aku justru berlari masuk ke sebuah
kamar tidur. Kurapatkan tubuhku di sudut
ruangan sambil mengatur kembali nafasku yang
terengah-engah, entah mengapa birahiku
sedemikian cepat naik. Seluruh wajahku terasa
panas, kedua kakikupun terasa gemetar.
Pak Hr seperti diberi kesempatan emas. Ia
berjalan memasuki kamar dan mengunci
pintunya. Lalu dengan perlahan ia mendekatiku.
Tubuhku bergetar hebat manakala lelaki tua itu
mengulurkan tangannya untuk merengkuh
diriku. Dengan sekali tarik aku jatuh ke pelukan
Pak Hr, bibirku segera tersumbat bibir laki-laki
tua itu. Terasa lidahnya yang kasap bermain
menyapu telak di dalam mulutku. Perasaanku
bercampur aduk jadi satu, benci, jijik bercampur
dengan rasa ingin dicumbui yang semakin kuat
hingga akhirnya akupun merasa sudah kepalang
basah, hati kecilku juga menginginkannya.
Terbayang olehku saat-saat aku dicumbui seperti
itu oleh Aldy, entah sedang di mana dia
sekarang. aku tidak menolak lagi. bahkan kini
malah membalas dengan hangat.
Merasa mendapat angin kini tangan Pak Hr
bahkan makin berani menelusup di balik blouse
yang aku pakai, tidak berhenti di situ, terus
menelup ke balik beha yang aku pakai.
Jantungku berdegup kencang ketika tangan laki-
laki itu meremas-remas gundukan daging kenyal
yang ada di dadaku dengan gemas. Terasa
benar, telapak tangannya yang kasap di
permukaan buah dadaku, ditingkahi dengan jari-
jarinya yang nakal mepermainkan puting
susuku. Gemas sekali nampaknya dia.
Tangannya makin lama makin kasar bergerak di
dadaku ke kanan dan ke kiri.
Setelah puas, dengan tidak sabaran tangannya
mulai melucuti pakaian yang aku pakai satu demi
satu hingga berceceran di lantai. Hingga akhirnya
aku hanya memakai secarik G-string saja.
Bergegas pula Pak Hr melucuti kaos oblong dan
sarungnya. Di baliknya menyembul batang penis
laki-laki itu yang telah menegang, sebesar lengan
Bayi.
Tak terasa aku menjerit ngeri, aku belum pernah
melihat alat vital lelaki sebesar itu. Aku sedikit
ngeri. Bisa jebol milikku dimasuki benda itu.
Namun aku tak dapat menyembunyikan
kekagumanku. Seolah ada pesona tersendiri
hingga pandangan mataku terus tertuju ke
benda itu. Pak Hr berjalan mendekatiku,
tangannya meraih kunciran rambutku dan
menariknya hingga ikatannya lepas dan
rambutku bebas tergerai sampai ke punggung.
“Kau Cantik sekali Winda…”, gumam pak Hr
mengagumi kecantikanku.
Aku hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar
pujian itu.
Dengan lembut Pak Hr mendorong tubuhku
sampai terduduk di pinggir kasur. Lalu ia
menarik G-string, kain terakhir yang menutupi
tubuhku dan dibuangnya ke lantai. Kini kami
berdua telah telanjang bulat. Tanpa melepaskan
kedua belah kakiku, bahkan dengan gemas ia
mementangkan kedua belah pahaku lebar-lebar.
Matanya benar-benar nanar memandang daerah
di sekitar selangkanganku. Nafas laki-laki itu
demikian memburu.
Tak lama kemudian Pak membenamkan
kepalanya di situ. Mulut dan lidahnya menjilat-
jilat penuh nafsu di sekitar kemaluanku yang
tertutup rambut lebat itu. Aku memejamkan
mata, oohh, indahnya, aku sungguh
menikmatinya, sampai-sampai tubuhku dibuat
menggelinjang-gelinjang kegelian.
“Pak…!”, rintihku memelas.
“Pak…, aku tak tahan lagi…!”, aku memelas
sambil menggigit bibir. Sungguh aku tak tahan
lagi mengalamai siksaan birahi yang dilancarkan
Pak Hr. Namun rupanya lelaki tua itu tidak peduli,
bahkan senang melihat aku dalam keadaan
demikian. Ini terlihat dari gerakan tangannya
yang kini bahkan terjulur ke atas meremas-
remas payudaraku, tetapi tidak menyudahi
perbuatannya. Padahal aku sudah kewalahan
dan telah sangat basah kuyup.
“Paakk…, aakkhh…!”, aku mengerang keras,
kakinya menjepit kepala Pak Hr melampiaskan
derita birahiku, kujambak rambut Pak Hr keras-
keras. Kini aku tak peduli lagi bahwa lelaki itu
adalah dosen yang aku hormati. Sungguh lihai
laki-laki ini membangkitkan gairahku. aku yakin
dengan nafsunya yang sebesar itu dia tentu
sangat berpengalaman dalam hal ini, bahkan
sangat mungkin sudah puluhan atau ratusan
mahasiswi yang sudah digaulinya. Tapi apa
peduliku?
Tiba-tiba Pak Hr melepaskan diri, lalu ia berdiri di
depanku yang masih terduduk di tepi ranjang
dengan bagian bawah perutnya persis berada di
depan wajahku. aku sudah tahu apa yang dia
mau, namun tanpa sempat melakukannya
sendiri, tangannya telah meraih kepalaku untuk
dibawa mendekati kejantanannya yang aduh
mak.., Sungguh besar itu.
Tanpa melawan sama sekali aku membuka
mulut selebar-lebarnya, Lalu kukulum sekalian
alat vital Pak Hr ke dalam mulutku hingga
membuat lelaki itu melek merem keenakan.
Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit
batangnya saja ke dalam mulutku. Itupun sudah
terasa penuh. Aku hampir sesak nafas
dibuatnya. Aku pun bekerja keras, menghisap,
mengulum serta mempermainkan batang itu
keluar masuk ke dalam mulutku. Terasa benar
kepala itu bergetar hebat setiap kali lidahku
menyapu kepalanya.
Beberapa saat kemudian Pak Hr melepaskan diri,
ia membaringkan aku di tempat tidur dan
menyusul berbaring di sisiku, kaki kiriku diangkat
disilangkan di pinggangnya. Lalu Ia berusaha
memasuki tubuhku belakang. Ketika itu pula
kepala penis Pak Hr yang besar itu menggesek
clitoris di liang senggamaku hingga aku merintih
kenikmatan. Ia terus berusaha menekankan
miliknya ke dalam milikku yang memang sudah
sangat basah. Pelahan-lahan benda itu meluncur
masuk ke dalam milikku.
Dan ketika dengan kasar dia tiba-tiba
menekankan miliknya seluruhnya amblas ke
dalam diriku aku tak kuasa menahan diri untuk
tidak mem*kik. Perasaan luar biasa bercampur
sedikit pedih menguasai diriku, hingga badanku
mengejang beberapa detik.
Pak Hr cukup mengerti keadaan diriku, ketika dia
selesai masuk seluruhnya dia memberi
kesempatan padaku untuk menguasai diri
beberapa saat. Sebelum kemudian dia mulai
menggoyangkan pinggulnya pelan-pelan
kemudian makin lama makin cepat.
Aku sungguh tak kuasa untuk tidak merintih
setiap Pak Hr menggerakkan tubuhnya, gesekan
demi gesekan di dinding dalam liang
senggamaku sungguh membuatku lupa ingatan.
Pak Hr menyetubuhi aku dengan cara itu.
Sementara bibirnya tak hentinya melumat bibir,
tengkuk dan leherku, tangannya selalu
meremas-remas payudaraku. Aku dapat
merasakan puting susuku mulai mengeras,
runcing dan kaku.
Aku bisa melihat bagaimana batang penis lelaki
itu keluar masuk ke dalam liang kemaluanku.
Aku selalu menahan nafas ketika benda itu
menusuk ke dalam. Milikku hampir tidak dapat
menampung ukuran Pak Hr yang super itu, dan
ini makin membuat Pak Hr tergila-gila.
Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian
Pak Hr membalik tubuhku hingga menungging
di hadapannya. Ia ingin pakai doggy style
rupanya. Tangan lelaki itu kini lebih leluasa
meremas-remas kedua belah payudara aku
yang kini menggantung berat ke bawah. Sebagai
seorang wanita aku memiliki daya tahan alami
dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini aku
kewalahan menghadapi Pak Hr. Laki-laki itu
benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir
setengah jam ia bertahan. Aku yang kini duduk
mengangkangi tubuhnya hampir kehabisan
nafas.
Kupacu terus goyangan pinggulku, karena aku
merasa sebentar lagi aku akan memperolehnya.
Terus…, terus…, aku tak peduli lagi dengan
gerakanku yang brutal ataupun suaraku yang
kadang-kadang mem*kik menahan rasa luar
biasa itu. Dan ketika klimaks itu sampai, aku tak
peduli lagi…, aku mem*kik keras sambil
menjambak rambutnya. Dunia serasa berputar.
Sekujur tubuhku mengejang. Sungguh hebat
rasa yang kurasakan kali ini. Sungguh ironi
memang, aku mendapatkan kenikmatan seperti
ini bukan dengan orang yang aku sukai. Tapi
masa bodohlah.
Berkali-kali kuusap keringat yang membasahi
dahiku. Pak Hr kemudian kembali mengambil
inisiatif. kini gantian Pak Hr yang menindihi
tubuhku. Ia memacu keras untuk mencapai
klimaks. Desah nafasnya mendengus-dengus
seperti kuda liar, sementara goyangan
pinggulnya pun semakin cepat dan kasar.
Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur
tubuhnya dan tubuhku. Sementara kami terus
berpacu. Sungguh hebat laki-laki ini. Walaupun
sudah berumur tapi masih bertahan segitu lama.
Bahkan mengalahkan semua cowok-cowok
yang pernah tidur denganku, walaupun mereka
rata-rata sebaya denganku.
Namun beberapa saat kemudian, Pak Hr mulai
menggeram sambil mengeretakkan giginya.
Tubuh lelaki tua itu bergetar hebat di atas
tubuhku. Penisnya menyemburkan cairan kental
yang hangat ke dalam liang kemaluanku dengan
derasnya.
Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan kami
memisahkan diri. Kami terbaring kelelahan di
atas kasur itu. Nafasku yang tinggal satu-satu
bercampur dengan bunyi nafasnya yang berat.
Kami masing-masing terdiam mengumpulkan
tenaga kami yang sudah tercerai berai.
Aku sendiri terpejam sambil mencoba
merasakan kenikmatan yang baru saja aku alami
di sekujur tubuhku ini. Terasa benar ada cairan
kental yang hangat perlahan-lahan meluncur
masuk ke dalam liang vaginaku. Hangat dan
sedikit gatal menggelitik.
Bagian bawah tubuhku itu terasa benar-benar
banjir, basah kuyub. Aku menggerakkan
tanganku untuk menyeka bibir bawahku itu dan
tanganku pun langsung dipenuhi dengan cairan
kental berwarna putih susu yang berlepotan di
sana.
“Bukan main Winda, ternyata kau pun seperti
kuda liar!” kata Pak Hr penuh kepuasan. Aku
yang berbaring menelungkup di atas kasur
hanya tersenyum lemah. aku sungguh sangat
kelelahan, kupejamkan mataku untuk sejenak
beristirahat. Persetan dengan tubuhku yang
masih telanjang bulat.
Pak Hr kemudian bangkit berdiri, ia menyulut
sebatang rokok. Lalu lelaki tua itu mulai
mengenakan kembali pakaiannya. Aku pun
dengan malas bangkit dan mengumpulkan
pakaiannya yang berserakan di lantai.
Sambil berpakaian ia bertanya, “Bagaimana
dengan ujian saya pak?”.
“Minggu depan kamu dapat mengambil
hasilnya”, sahut laki-laki itu pendek.
“Kenapa tidak besok pagi saja?”, protes aku tak
puas.
“Aku masih ingin bertemu kamu, selama
seminggu ini aku minta agar kau tidak tidur
dengan lelaki lain kecuali aku!”, jawab Pak Hr.
Aku sedikit terkejut dengan jawabannya itu. Tapi
akupun segera dapat menguasai keadaanku.
Rupanya dia belum puas dengan pelayanan
habis-habisanku barusan.
“Aku tidak bisa janji!”, sahutku seenaknya sambil
bangkit berdiri dan keluar dari kamar mencari
kamar mandi. Pak Hr hanya mampu terbengong
mendengar jawabanku yang seenaknya itu.
Aku sedang berjalan santai meninggalkan rumah
pak Hr, ini pertemuanku yang ketiga dengan laki-
laki itu demi menebus nilai ujianku yang selalu
jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah
sengaja dibuat jeblok biar dia bisa main
denganku. Dasar…, namun harus kuakui, dia
laki-laki hebat, daya tahannya sungguh luar biasa
jika dibandingkan dengan usianya yang hapir
mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi
hingga sore hari ini dia masih sanggup
menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah
begitu aku datang, dan dua kali di kamar tidur.
Aku sempat terlelap sesudahnya beberapa jam
sebelum membersihkan diri dan pulang.
Berutung kali ini, aku bisa memaksanya
menandatangani berkas ujian susulanku.
“Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi
dan Kepemimpinan”, katanya sambil
membubuhkan nilai A di berkas ujianku.
“Selama bapak masih bisa memberiku nilai A”,
kataku pendek.
“Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai
minggu depan!”.
“Terima kasih pak!” kataku sambil tak lupa
memberikan senyum semanis mungkin.
“Winda!” teriakan seseorang mengejutkan
lamunanku. Aku menoleh ke arah sumber suara
tadi yang aku perkirakan berasal dari dalam
mobil yang berjalan perlahan menghampiriku.
Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah
yang sangat aku benci muncul dari balik pintu
Mitsubishi Galant keluaran tahun terakhir itu.
“Masuklah Winda…”.
“Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan sendiri koq!”,
Aku masih mencoba menolak dengan halus.
“Ayolah, masa kau tega menolak ajakanku,
padahal dengan pak Hr saja kau mau!”.
Aku tertegun sesaat, Bagai disambar petir di
siang bolong.
“Da…,Darimana kau tahu?”.
“Nah, jadi benar kan…, padahal aku tadi hanya
menduga-duga!”
“Sialan!”, Aku mengumpat di dalam hati,
harusnya tadi aku bersikap lebih tenang, aku
memang selalu nervous kalau ketemu cowok
satu ini, rasanya ingin buru-buru pergi dari
hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya
yang memang seram itu.
Seperti tipikal orang Indonesia bagian daerah
paling timur, cowok ini hitam tinggi besar
dengan postur sedikit gemuk, janggut dan
cambang yang tidak pernah dirapikan dengan
rambut keritingnya yang dipelihara panjang
ditambah dengan caranya memakai kemeja
yang tidak pernah dikancingkan dengan benar
sehingga memamerkan dadanya yang penuh
bulu. Dengan asesoris kalung, gelang dan cincin
emas, arloji rolex yang dihiasi berlian…, cukup
menunjukkan bahwa dia ini orang yang
memang punya duit. Namun, aku menjadi
muak dengan penampilan seperti itu.
Dino memang salah satu jawara di kampus,
anak buahnya banyak dan dengan kekuatan
uang serta gaya jawara seperti itu membuat dia
menjadi salah satu momok yang paling
menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu
mahasiswa lama, dan mungkin bahkan tidak
pernah lulus, namun tidak ada orang yang
berani mengusik keberadaannya di kamus,
bahkan dari kalangan akademik sekalipun.
“Gimana? Masih tidak mau masuk?”, tanya dia
setengah mendesak.
Aku tertegun sesaat, belum mau masuk. Aku
memang sangat tidak menyukai laki-laki ini,
Tetapi kelihatannya aku tidak punya pilihan lain,
bisa-bisa semua orang tahu apa yang kuperbuat
dengan pak Hr, dan aku sungguh-sungguh ingin
menjaga rahasia ini, terutama terhadap Erwin,
tunanganku. Namun saat ini aku benar benar
terdesak dan ingin segera membiarkan masalah
ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang
aku mengiyakan saja ajakannya.
Dino tertawa penuh kemenangan, ia lalu
berbicara dengan orang yang berada di
sebelahnya supaya berpindah ke jok belakang.
Aku membanting pantatku ke kursi mobil depan,
dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil
nyengir kuda. Kesenangan.
“Ke mana kita?”, tanyaku hambar.
“Lho? Mestinya aku yang harus tanya, kau mau
ke mana?”, tanya Dino pura-pura heran.
“Sudahlah Dino, tak usah berpura-pura lagi, kau
mau apa?”, Suaraku sudah sedemikian
pasrahnya. Aku sudah tidak mau berpikir
panjang lagi untuk meminta dia menutup-nutupi
perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku
tertawa.
“Rupanya dia cukup mengerti apa kemauanmu
Dino!”, Dia berkomentar.
“Ah, diam kau Maki!” Rupanya orang itu
namanya Maki, orang dengan penampilan
hampir mirip dengan Dino kecuali rambutnya
yang dipotong crew-cut.
“Bagaimana kalau ke rumahku saja? Aku sangat
merindukanmu Winda!”, pancing Dino.
“Sesukamulah…!”, Aku tahu benar memang itu
yang diinginkannya.
Dino tertawa penuh kemenangan.
Ia melarikan mobilnya makin kencang ke arah
sebuah kompleks perumahan. Lalu mobil yang
ditumpangi mereka memasuki pekarangan
sebuah rumah yang cukup besar. Di pekarangan
itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu Mitsubishi
Pajero dan satu lagi Toyota Great Corolla namun
keduanya kelihatan diparkir sekenanya tak
beraturan.
Interior depan rumah itu sederhana saja. Cuma
satu stel sofa, sebuah rak perabotan pecah belah.
Tak lebih. Dindingnya polos. Demikian juga
tempok ruang tengah. Terasa betapa luas dan
kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah
bar dengan rak minuman beraneka ragam
terdapat di sudut ruangan, menghadap ke taman
samping. Sebuah stereo set terpasang di ujung
bar. Tampaknya baru saja dimatikan dengan
tergesa-gesa. Pitanya sebagian tergantung
keluar.
Dari pintu samping kemudian muncul empat
orang pemuda dan seorang gadis, yang jelas-
jelas masih menggunakan seragam SMU.
Mereka semua mengeluarkan suara setengah
berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang
sepertinya sesuku dengan Dino atau
sebangsanya, sedangkan yang satu lagi seperti
bule dengan rambutnya yang gondrong.
Sementara si gadis berperawakan tinggi
langsing, berkulit putih dan rambutnya yang
hitam lurus dan panjang tergerai sampai ke
pinggang, ia memakai bandana lebar di
kepalanya dengan poni tebal menutupi dahinya.
Wajahnya yang oval dan bermata sipit
menandakan bahwa ia keturunan Cina atau
sebangsanya. Harus kuakui dia memang cantik,
seperti bintang film drama Mandarin. Berbeda
dengan penampilan ketiga laki-laki itu, gadis ini
kelihatannya bukan merupakan gerombolan
mereka, dilihat dari tampangnya yang masih
lugu. Ia masih mengenakan seragam sebuah
sekolah Katolik yang langsung bisa aku kenali
karena memang khas. Namun entah mengapa
dia bisa bergaul dengan orang-orang ini.Dino bertepuk tangan. Kemudian
memperkenalkan diriku dengan mereka. Yos,
dan Bram seperti tipikal orang sebangsa Dino,
Tito berbadan tambun dan yang bule namanya
Marchell, sementara gadis SMU itu bernama
Shelly. Mereka semua yang laki-laki memandang
diriku dengan mata “lapar” membuat aku tanpa
sadar menyilangkan tangan di depan dadaku,
seolah-olah mereka bisa melihat tubuhku di balik
pakaian yang aku kenakan ini.
Tampak tak sabaran Dino menarik diriku ke
loteng. Langsung menuju sebuah kamar yang
ada di ujung. Kamar itu tidak berdaun pintu,
sebenarnya lebih tepat disebut ruang penyangga
antara teras dengan kamar-kamar yang lain
Sebab di salah satu ujungnya merupakan pintu
tembusan ke ruang lain.
Di sana ada sebuah kasur yang terhampar begitu
saja di lantai kamar. Dengan sprei yang sudah
acak-acakan. Di sudut terdapat dua buah kursi
sofa besar dan sebuah meja kaca yang mungil.
Di bawahnya berserakan majalah-majalah yang
cover depannya saja bisa membuat orang
merinding. Bergambar perempuan-perempuan
telanjang.
Aku sadar bahkan sangat sadar, apa yang
dimaui Dino di kamar ini. Aku beranjak ke
jendela. Menutup gordynnya hingga ruangan itu
kelihatan sedikit gelap. Namun tak lama, karena
kemudian Dino menyalakan lampu. Aku
berputar membelakangi Dino, dan mulai
melucuti pakaian yang aku kenakan. Dari blouse,
kemudian rok bawahanku kubiarkan meluncur
bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar
balik badanku berbalik menghadap Dino.
Betapa terkejutnya aku ketika aku berbalik,
ternyata di hadapanku kini tidak hanya ada Dino,
namun Maki juga sedang berdiri di situ sambil
cengengesan. Dengan gerakan reflek, aku
menyambar blouseku untuk menutupi tubuhku
yang setengah telanjang. Melihat keterkejutanku,
kedua laki-laki itu malah tertawa terbahak-bahak.
“Ayolah Winda, Toh engkau juga sudah sering
memperlihatkan tubuh telanjangmu kepada
beberapa laki-laki lain?”.
“Kurang ajar kau Dino!” Aku mengumpat
sekenanya.
Wajah laki-laki itu berubah seketika, dari tertawa
terbahak-bahak menjadi serius, sangat serius.
Dengan tatapan yang sangat tajam dia berujar,
“Apakah engkau punya pilihan lain? Ayolah,
lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh
melupakan kejadian ini.”
Aku tertegun, melayani dua orang sekaligus
belum pernah aku lakukan sebelumnya. Apalagi
orang-orang yang bertampang seram seperti ini.
Tapi seperti yang dia bilang, aku tak punya
pilihan lain. Seribu satu pertimbangan
berkecamuk di kepalaku hingga membuat aku
pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai
gemetaran, terasa sekali lututku lemas sepertinya
aku sudah kehabisan tenaga karena digilir
mereka berdua, padahal mereka sama sekali
belum memulainya.
Akhirnya, dengan sangat berat aku
menggerakkan kedua tangan ke arah
punggungku di mana aku bisa meraih kaitan BH
yang aku pakai. Baju yang tadi aku pakai untuk
menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya
terjatuh ke lantai. Dengan sekali sentakan halus
BH-ku telah terlepas dan meluncur bebas dan
sebelum terjatuh ke lantai kulemparkan benda itu
ke arah Dino yang kemudian ditangkapnya
dengan tangkas. Ia mencium bagian dalam
mangkuk bra-ku dengan penuh perasaan.
“Harum!”, katanya.
Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu dari benda
itu, dan ketika ditemukannya ia berhenti.
“36B!”, katanya pendek.
Rupanya ia pingin tahu berapa ukuran dadaku
ini.
“BH-nya saja sudah sedemikian harum, apalagi
isinya!”, katanya seraya memberikan BH itu
kepada Maki sehingga laki-laki itu juga ikut-ikutan
menciumi benda itu. Namun demikian mata
mereka tak pernah lepas menatap belahan
payudaraku yang kini tidak tertutup apa-apa lagi.
Aku kini hanya berdiri menunggu, dan tanpa
diminta Dino melangkah mendekatiku. Ia meraih
kepalaku. Tangannya meraih kunciran rambut
dan melepaskannya hingga rambutku kini
tergerai bebas sampai ke punggung.
“Nah, dengan begini kau kelihatan lebih cantik!”
Ia terus berjalan memutari tubuhku dan
memelukku dari belakang. Ia sibakkan rambutku
dan memindahkannya ke depan lewat pundak
sebelah kiriku, sehingga bagian punggung
sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang.
Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke tengkuk
belakangku. Lidahnya menjelajah di sekitar leher,
tengkuk kemudian naik ke kuping dan
menggelitik di sana. Kedua belah tangannya
yang kekar dan berbulu yang tadi memeluk
pinggangku kini mulai merayap naik dan mulai
meremas-remas kedua belah payudaraku
dengan gemas. Aku masih menanggapinya
dengan dingin dengan tidak bereaksi sama sekali
selain memejamkan mataku.
Dino rupanya tidak begitu suka aku bersikap
pasif, dengan kasar ia menarik wajahku hingga
bibirnya bisa melumat bibirku. Aku hanya
berdiam diri saja tak memberikan reaksi. Sambil
melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha
masuk ke dalam mulutku, dan ketika berhasil
lidahnya bergerak bebas menjilati lidahku hingga
secara tak sengaja lidahkupun meronta-ronta.
Sambil memejamkan mata aku mencoba untuk
menikmati perasaan itu dengan utuh. Tak ada
gunanya aku menolak, hal itu akan membuatku
lebih menderita lagi. Dengan kuluman lidah
seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan
telapak tangannya di payudaraku sambil sekali-
sekali ibu jari dan telunjuknya memilin-milin
puting susuku, pertahananku akhirnya bobol
juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan
sangat terbuai dengan permaian seperti ini
hingga dengan mudahnya Dino mulai
membangkitkan nafsuku. Bahkan kini aku mulai
memberanikan menggerakkan tangan meremas
kepala Dino yang berada di belakangku.
Sementara dengan ekor mataku aku melihat Maki
beranjak berjalan menuju sofa dan duduk di
sana, sambil pandangan matanya tidak pernah
lepas dari kami berdua.
Mungkin karena merasa sudah menguasai diriku,
ciuman Dino terus merambat turun ke leherku,
menghisapnya hingga aku menggelinjang. Lalu
merosot lagi menelusup di balik ketiak dan
merayap ke depan sampai akhirnya hinggap di
salah satu pucuk bukit di dadaku, Dengan satu
remasan yang gemas hingga membuat puting
susuku melejit Dino untuk mengulumnya.
Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu
bergerak memutari seluruh daerah puting
susuku sebelum mulutnya mengenyot habis
puting susuku itu. Ia menghisapnya dengan
gemas sampai pipinya kempot.
Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan disengat
listrik, terasa geli yang luar biasa bercampur
sedikit nyeri di bagian itu. Aku menggelinjang,
melenguh apalagi ketika puting susuku digigit-
gigit perlahan oleh Dino. Buah anggur yang
ranum itu dipermainkan pula dengan lidah Dino
yang kasap. Dipilin-pilinnya kesana kemari.
Dikecupinya, dan disedotnya kuat-kuat sampai
putingnya menempel pada telaknya. Aku
merintih. Tanganku refleks meremas dan
menarik kepalanya sehingga semakin
membenam di kedua gunung kembarku yang
putih dan padat. Aku sungguh tak tahu mengapa
harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa
aku justeru tenggelam dalam permaianan itu?
Semula aku hanya merasa terpaksa demi
menutupi rahasia atas perbuatanku. Tapi
kemudian nyatanya, permainan yang Dino
mainkan begitu dalam. Dan aneh sekali, Tanpa
sadar aku mulai mengikuti permainan yang
dipimpin dengan cemerlang oleh Dino.
“Winda…”, “Ya?”, “Kau suka aku perlakukan
seperti ini?”. Aku hanya mengangguk. Dan
memejamkan matanya. membiarkan
payudaraku terus diremas-remas dan puting
susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat,
merasakan nikmat yang luar biasa. Puting susu
yang mungil itu hanya sebentar saja sudah
berubah membengkak, keras dan mencuat
semakin runcing.
“Hsss…, ah!”, Aku mendesah saat merasakan
jari-jari tangan lelaki itu mulai menyusup ke balik
celana dalamku dan merayap mencari liang yang
ada di selangkanganku. Dan ketika
menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula
mengusap-usap permukaannya, terus
mengusap-usap dan ketika sudah terasa basah
jarinya mulai merayap masuk untuk kemudian
menyentuh dinding-dinding dalam liang itu.
Dalam posisi masih berdiri berhadapan, sambil
terus mencumbui payudaraku, Dino
meneruskan aksinya di dalam liang gelap yang
sudah basah itu. Makin lama makin dalam. Aku
sendiri semakin menggelinjang tak karuan,
kedua buah jari yang ada di dalam liang
vaginaku itu bergerak-gerak dengan liar. Bahkan
kadang-kadang mencoba merenggangkan liang
vaginaku hingga menganga. Dan yang
membuat aku tambah gila, ia menggerak-
gerakkan jarinya keluar masuk ke dalam liang
vaginaku seolah-olah sedang menyetubuhiku.
Aku tak kuasa untuk menahan diri.
“Nggghh…!”, mulutku mulai meracau. Aku
sungguh kewalahan dibuatnya hingga lututku
terasa lemas hingga akhirnya akupun tak kuasa
menahan tubuhku hingga merosot bersimpuh di
lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku
yang terengah-engah. Aku sungguh tidak
memperhatikan lagi yang kutahu kini tiba-tiba
saja Dino telah berdiri telanjang bulat di
hadapanku. Tubuhnya yang tinggi besar, hitam
dan penuh bulu itu dengan angkuhnya berdiri
mengangkang persis di depanku sehingga
wajahku persis menghadap ke bagian
selangkangannya. Disitu, aku melihat batang
kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya.
Besar panjang kehitaman dengan bulu hitam
yang lebat di daerah pangkalnya.
Dengan sekali rengkuh, ia meraih kepalaku untuk
ditarik mendekati daerah di bawah perutnya itu.
Aku tahu apa yang dimauinya, bahkan sangat
tahu ini adalah perbuatan yang sangat disukai
para lelaki. Di mana ketika aku melakukan oral
seks terhadap kelaminnya.
Maka, dengan kepalang basah, kulakukan apa
yang harus kulakukan. Benda itu telah masuk ke
dalam mulutku dan menjadi permainan lidahku
yang berputar mengitari ujung kepalanya yang
bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu berhenti ketika
menemukan lubang yang berada persis di
ujungnya. Lalu dengan segala kemampuanku
aku mulai mengelomoh batang itu sambil
kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat
sehingga pemiliknya bergetar hebat menahan
rasa yang tak tertahankan.
Pada saat itu aku sempat melirik ke arah sofa di
mana Maki berada, dan ternyata laki-laki ini
sudah mulai terbawa nafsu menyaksikan
perbuatan kami berdua. Buktinya, ia telah
mengeluarkan batang kejantanannya dan
mengocoknya naik turun sambil berkali-kali
menelan ludah. Konsentrasiku buyar ketika Dino
menarik kepalaku hingga menjauh dari
selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku
hingga telentang di atas kasur yang terhampar di
situ. Lalu dengan cepat ia melucuti celana
dalamku dan dibuangnya jauh-jauh seakan-akan
ia takut aku akan memakainya kembali.
Untuk beberapa detik mata Dino nanar
memandang bagian bawah tubuhku yang sudah
tak tertutup apa-apa lagi. Si Makipun sampai
berdiri mendekat ke arah kami berdua seakan ia
tidak puas memandang kami dari kejauhan.
Namun beberapa detik kemudian, Dino mulai
merenggangkan kedua belah pahaku lebar-lebar.
Paha kiriku diangkatnya dan disangkutkan ke
pundaknya. Lalu dengan tangannya yang
sebelah lagi memegangi batang kejantanannya
dan diusap-usapkan ke permukaan bibir
vaginaku yang sudah sangat basah. Ada rasa
geli menyerang di situ hingga aku
menggelinjang dan memejamkan mata.
Sedetik kemudian, aku merasakan ada benda
lonjong yang mulai menyeruak ke dalam liang
vaginaku. Aku menahan nafas ketika terasa ada
benda asing mulai menyeruak di situ. Seperti
biasanya, aku tak kuasa untuk menahan jeritanku
pada saat pertama kali ada kejantanan laki-laki
menyeruak masuk ke dalam liang vaginaku.
Dengan perlahan namun pasti, kejantanan Dino
meluncur masuk semakin dalam. Dan ketika
sudah masuk setengahnya ia bahkan
memasukkan sisanya dengan satu sentakan
kasar hingga aku benar-benar berteriak karena
terasa nyeri. Dan setelah itu, tanpa memberiku
kesempatan untuk membiasakan diri dulu, Dino
sudah bergoyang mencari kepuasannya sendiri.
Dino menggerak-gerakkan pinggulnya dengan
kencang dan kasar menghunjam-hunjam ke
dalam tubuhku hingga aku mem*kik keras setiap
kali kejantanan Dino menyentak ke dalam. Pedih
dan ngilu. Namun bercampur nikmat yang tak
terkira. Ada sensasi aneh yang baru pertama kali
kurasakan di mana di sela-sela rasa ngilu itu aku
juga merasakan rasa nikmat yang tak terkira.
Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi
hingga aku sampai menangis menggebu-gebu,
sakit keluhku setiap kali Dino menghunjam, tapi
aku semakin mempererat pelukanku, Pedih, tapi
aku juga tak bersedia Dino menyudahi
perlakuannya terhadap diriku.
Aku semakin merintih. Air mataku meleleh
keluar. kami terus bergulat dalam posisi
demikian. Sampai tiba-tiba ada rasa nikmat yang
luar biasa di sekujur tubuhku. Aku telah
orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang
yang aku benci. Tubuhku mengejang selama
beberapa puluh detik. Sebelum melemas.
Namun Dino rupanya belum selesai. Ia kini
membalikkan tubuhku hingga kini aku bertumpu
pada kedua telapak tangan dan kedua lututku. Ia
ingin meneruskannya dengan doggy style. Aku
hanya pasrah saja.
Kini ia menyetubuhiku dari belakang. Tangannya
kini dengan leluasa berpindah-pindah dari
pinggang, meremas pantat dan meremas
payudaraku yang menggelantung berat ke
bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat
serangannya. Ia bisa dengan leluasa
menggoyangkan tubuhnya dengan cepat dan
semakin kasar.
Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah duduk
mengangkang di depanku. Laki-laki ini juga telah
telanjang bulat. Ia menyodorkan batang
penisnya ke dalam mulutku, tangannya meraih
kepalaku dan dengan setengah memaksa ia
menjejalkan batang kejantanannya itu ke dalam
mulutku.
Kini aku melayani dua orang sekaligus. Dino
yang sedang menyetubuhiku dari belakang. Dan
Maki yang sedang memaksaku melakukan oral
seks terhadap dirinya. Dino kadang-kadang
malah menyorongkan kepalanya ke depan untuk
menikmati payudaraku. Aku mengerang pelan
setiap kali ia menghisap puting susuku. Dengan
dua orang yang mengeroyokku aku sungguh
kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa.
Malahan aku merasa sangat terangsang dengan
posisi seperti ini.
Mereka menyetubuhiku dari dua arah, yang satu
akan menyebabkan penis pada tubuh mereka
yang berada di arah lainnya semakin
menghunjam. Kadang-kadang aku hampir
tersedak. Maki yang tampaknya mengerti
kesulitanku mengalah dan hanya diam saja. Dino
yang mengatur segala gerakan.
Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan
menjalar di sekujur tubuhku. Perasaan tidak
berdaya saat bermain seks ternyata
mengakibatkan diriku melambung di luar batas
yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan
kembali tubuhku mengejang, deras dan tanpa
henti. Aku mengalami orgasme yang datang
dengan beruntun seperti tak berkesudahan.
Tidak lama kemudian Dino mengalami orgasme.
Batang penisnya menyemprotkan air mani
dengan deras ke dalam liang vaginaku. Benda itu
menyentak-nyentak dengan hebat, seolah-olah
ingin menjebol dinding vaginaku. Aku bisa
merasakan air mani yang disemprotkannya
banyak sekali, hingga sebagian meluap keluar
meleleh di salah satu pahaku. Sesudah itu
mereka berganti tempat. Maki mengambil alih
perlakuan Dino. Masih dalam posisi doggy style.
Batang kejantanannya dengan mulus meluncur
masuk dalam sekali sampai menyentuh bibir
rahimku. Ia bisa mudah melakukannya karena
memang liang vaginaku sudah sangat licin
dilumasi cairan yang keluar dari dalamnya dan
sudah bercampur dengan air mani Dino yang
sangat banyak. Permainan dilanjutkan. Aku kini
tinggal melayani Maki seorang, karena Dino
dengan nafas yang tersengal-sengal telah duduk
telentang di atas sofa yang tadi diduduki Maki
untuk mengumpulkan tenaga. Aku mengeluh
pendek setiap kali Maki mendorong masuk
miliknya. Maki terus memacu gerakkannya.
Semakin lama semakin keras dan kasar hingga
membuat aku merintih dan mengaduh tak
berkesudahan.
Pada saat itu masuk Bram dan Tito bersamaan
ke dalam ruangan. Tanpa basa-basi, mereka pun
langsung melucuti pakaiannya hingga telanjang
bulat. Lalu mereka duduk di lantai dan menonton
adegan mesum yang sedang terjadi antara aku
dan Maki. Bram nampak kelihatan tidak sabaran
Tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Maki terus
memacu menggebu-gebu. Laki-laki itu sibuk
memacu sambil meremasi payudaraku yang
menggelantung berat ke bawah.
Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan kembali
telentang di atas kasur dan pada saat itu Bram
dengan tangkas menyodorkan batang
kejantanannya ke dalam mulutku. Aku sudah
setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki
menggeluti tubuhku. Keadaanku sudah
sedemikian acak-acakan. Rambut yang kusut
masai. Tubuhku sudah bersimpah peluh. Tidak
hanya keringat yang keluar dari tubuhku sendiri,
tapi juga cucuran keringat dari para laki-laki yang
bergantian menggauliku. Aku kini hanya
telentang pasrah ditindihi tubuh gemuk Tito yang
bergoyang-goyang di atasnya.
Laki-laki gemuk itu mengangkangkan kedua
belah pahaku lebar-lebar sambil terus
menghunjam-hunjamkan miliknya ke dalam
milikku. Sementara Bram tak pernah memberiku
kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia terus
saja menjejal-jejalkan miliknya ke dalam
mulutku. Aku sendiri sudah tidak bisa mengotrol
diriku lagi. Guncangan demi guncangan yang
diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat
Bram makin terangsang. Bukan lagi kuluman
dan jilatan yang harusnya aku lakukan dengan
lidah dan mulutku.
Dan ketika Tito melenguh panjang, ia mencapai
orgasmenya dengan meremas kedua belah
payudaraku kuat-kuat hingga aku berteriak
mengaduh kesakitan. Lalu beberapa saat
kemudian ia dengan nafasnya yang tersengal-
sengal memisahkan diri dari diriku. Dan pada
saat hampir bersamaan Bram juga mengerang
keras. Batang kejantanannya yang masih berada
di dalam mulutku bergerak liar dan
menyemprotkan air maninya yang kental dan
hangat. Aku meronta, ingin mengeluarkan banda
itu dari dalam mulutku, namun tangan Bram
yang kokoh tetap menahan kepalaku dan aku tak
kuasa meronta lagi karena memang tenagaku
sudah hampir habis. Cairan kental yang hangat
itu akhirnya tertelan olehku. Banyak sekali.
Bahkan sampai meluap keluar membasahi
daerah sekitar bibirku sampai meleleh ke leher.
Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan
cepat mencoba menelan semua yang ada
supaya tidak terlalu terasa di dalam mulutku. Aku
memejamkan mata erat-erat, tubuhku
mengejang melampiaskan rasa yang tidak
karuan, geli, jijik, namun ada sensasi aneh yang
luar biasa juga di dalam diriku. Sungguh sangat
erotis merasakan siksa birahi semacam ini
hingga akupun akhirnya orgasme panjang untuk
ke sekian kalinya.
Dengan ekor mataku aku kembali melihat
seseorang masuk ke ruangan yang ternyata si
bule dan orang itu juga mulai membuka
celananya. Aku menggigit bibir, dan mulai
menangis terisak-isak. Aku hanya bisa
memejamkan mata ketika Marchell mulai
menindihi tubuhku. Pasrah.
Tidak lama kemudian setelah orang terakhir
melaksanakan hasratnya pada diriku mereka
keluar. aku merasa seluruh tubuhku luluh lantak.
Setelah berhasil mengumpulkan cukup tenaga
kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit
dari tempat tidur, mengenakan pakaianku
seadanya dan pergi mencari kamar mandi.
Aku berpapasan dengan Dino yang muncul dari
dalam sebuah ruangan yang pintunya terbuka.
Lelaki itu sedang sibuk mengancingkan retsluiting
celananya. Masih sempat terlihat dari luar di
dalam kamar itu, di atas tempat tidur tubuh
Shelly yang telanjang sedang ditindihi oleh tubuh
Maki yang bergerak-gerak cepat. Memacu naik
turun. Gadis itu menggelinjang-gelinjang setiap
kali Maki bergerak naik turun. Rupanya anak itu
bernasib sama seperti diriku.
“Di mana aku bisa menemukan kamar mandi?”
tanyaku pada Dino.
Tanpa menjawab, ia hanya menunjukkan
tangannya ke sebuah pintu. Tanpa basa-basi lagi
aku segera beranjak menuju pintu itu.
Di sana aku mandi berendam air panas sambil
mengangis. Aku tidak tahu saya sudah
terjerumus ke dalam apa kini. Yang membuat
aku benci kepada diriku sendiri, walaupun aku
merasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi
satu, namun demikian setiap kali teringat
kejadian barusan, langsung saja selangkanganku
basah lagi.
Aku berendam di sana sangat lama, mungkin
lebih dari satu jam lamanya. Setelah terasa
kepenatan tubuhku agak berkurang aku
menyudahi mandiku. Dengan berjalan tertatih-
tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan
berjalan mencari pintu keluar. Sudah hampir jam
sebelas malam ketika aku keluar dari rumah itu.
Sampai di dalam rumah, Aku langsung ngeloyor
masuk ke kamar. Aku tak peduli dengan kakakku
yang terheran-heran melihat tingkah lakuku yang
tidak biasa, aku tak menyapanya karena
memang sudah tidak ada keinginan untuk
berbicara lagi malam ini. Aku tumpahkan segala
perasaan campur aduk itu, kekesalan, dan sakit
hati dengan menangis.


Adult | GO HOME | Exit
1/1066
U-ON

inc Powered by Xtgem.com